BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan
merupakan pilar penting bagi suatu Negara, maju tidaknya suatu bangsa dapat
dilihat dari maju tidaknya pendidikan di Negara tersebut. Pendidikan
menjadikan manusia mempunyai kemampuan untuk berbuat banyak untuk
kehidupannya, baik dalam keluarga, masyarakat maupun untuk pembangunan bangsa.
Mengingat arti penting pendidikan dalam suatu Negara, terutama dalam membentuk
kepribadian masyarakat, maka suatu bangsa harus menitik beratkan pembangunannya
pada pendidikan.
Sumber
Daya Manusia (SDM) yang kita miliki harus berkarakter. SDM yang berkarakter
kuat dicirikan oleh kapasitas mental yang berbeda dengan orang lain seperti
keterpercayaan, ketulusan, kejujuran, keberanian, ketegasan, ketegaran,
kekuatan dalam memegang prinsip, dan sifat-sifat unik lainnya yang melekat
dalam dirinya, seperti contohnya di Negara jepang bahwa Pendidikan dasar
(TK-SMP) di Jepang tidak mengikuti aturan kurikulum, karena dititikberatkan
pada pelajaran etika, sosial, seni, dan pendidikan kedewasaan atau kemandirian.
Tujuan pendidikan adalah menyempurnakan karakter, karena itu kami menekankan
pada etika, seni, olahraga, dan pengetahuan umum,” kata Kepala Sekolah Jepang
di Surabaya Michiyo Kawaguchi di Surabaya, (Republika. Rabu, 01 Oktober 2003).
Beda
dengan Negara Indonesia sekarang ini dimana pendidikan dasar kita sudah mengacu
pada kurikulum. Hingga detik ini keterbelakangan pendidikan di negeri kita
masih menjadi masalah yang terbilang memprihatinkan. Tentu saja keterbelakangan
pendidikan bukanlah satu satunya persoalan dan itu tidak berdiri sendiri.
Keterbelakangan pendidikan selalu berkait kelindan dengan keterbelakangan
ekonomi. Di masa lalu, kondisi serba terbelakang ini diperparah dengan sistem
politik nasional yang memberi peluang kepada pemangku kekuasaan untuk berlaku
sewenang-wenang sehingga hak-hak rakyat banyak terabaikan, termasuk hak untuk
memperoleh pendidikan secara layak.
Sampai
sekarang inipun perjalanan pendidikan kita belum dapat memenuhi
mengantarkan kepada tujuan pendidikan nasional. Dalam UU 20/2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, disebutkan “Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
1.2 Rumusan Masalah
1. Sistem Pendidikan di Jepang
2. Reformasi Kurikulum Jepang
3. Sifat dan Karakteristik Kurikulum di Jepang
4. Menilai Mutu Pendidikan
5. Penyusunan Kurikulum Sekolah di Jepang
1.3 Tujuan
1. Agar mahasiswa mengetahui system kurikulum di
luar negeri, contohnya di Jepang
2. Agar mahasiswa mampu mendeskripsikan perbedaan
kurikulum yang di gunakan di luar negeri.
3. Untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Kurikulum
Pendidikan dan Kejuruan.
BAB II
ISI
A. SISTEM PENDIDIKAN JEPANG
Pendidikan di Jepang mulai mengalami kemajuan
sejak dilakukannya reformasi pendidikan pada masa Restorasi Meiji (Meiji Ishin)
dan bertambah pesat setelah masa pendudukan AS (setelah kekalahan Jepang dalam
Perang Dunia II). Tekad dan semangat bangsa ini untuk bangkit dari keterpurukan
sangat patut diacungi jempol, sebagaimana hasilnya dapat kita saksikan saat ini
Langkah dan usaha Jepang dalam mencerdaskan
bangsanya telah menuai hasil yang signifikan. Korelasi antara majunya
pendidikan Jepang dan kemajuan industrinya benar-benar terwujud. Jepang sampai
saat ini menjadi salah satu negara di Asia yang mempunyai kedudukan sejajar
dalam iptek dan perekonomian dengan raksasa dunia seperti Amerika. Tak heran
jika perdana menteri Malaysia Mahatir Muhammad, menjadikan Jepang sebagai
kiblat pengembangan iptek ketimbang dunia barat.
Reformasi pendidikan yang dilakukan oleh Jepang
dilakukan mengikuti konstitusi baru yang ditetapkan oleh Amerika Serikat pada
tahun 1947. Reformasi pendidikan tersebut memiliki tujuan untuk menciptakan
masyarakat yang demokratis. Dalam reformasi tersebut ditetapkan Undang-undang
Pendidikan yang pokok-pokoknya mengandung :
1. Prinsip Legalisme,
bahwa mekanisme pengelolaan diatur dengan
undang-undang dan peraturan-peraturan.
2. Prinsip Administrasi yang Demokratis,
bahwa
sistem administrasi pendidikan harus dibangun berdasarkan konsensus nasional
dan mencerminkan kebutuhan masyarakat dalam membuat formulasi kebijakan
pendidikan dan prosesnya.
3.
Prinsip
Netralitas,
yaitu bahwa kewenangan pendidikan harus
independen dan tidak dipengaruhi dan diinterfensi oleh kekuatan politik.
4.
Prinsip
Penyesuaian dan Penetapan Kondisi Pendidikan,
yaitu bahwa pemegang kewenangan pusat dan lokal
mempunyai tanggung jawab untuk menyediakan kesempatan pendidikan yang sama bagi
semua dengan menyediakan fasilitas-fasilitas pendidikan yang cukup.
5.
Prinsip
Desentralisasi,
yaitu bahwa pendidikan harus dikelola berdasarkan
otonomi pemerintah lokal.
Pada tahun 2001 Kementerian Pendidikan Jepang
mengeluarkan rencana reformasi pendidikan yang disebut sebagai `Rainbow Plan`,
yang berisi:
- Mengembangkan
kemampuan dasar scholastic siswa dalam model pembelajaran yang menyenangkan.
Ada 3 pokok arahan yaitu, pengembangan kelas kecil terdiri dari 20 anak per
kelas, pemanfaatan IT dalam proses belajar mengajar, dan pelaksanaan evaluasi belajar
secara nasional.
- Mendorong pengembangan kepribadian siswa
menjadi pribadi yang hangat dan terbuka melalui aktifnya siswa dalam kegiatan
kemasyarakatan, juga perbaikan mutu pembelajaran moral di sekolah.
- Mengembangkan lingkungan belajar yang menyenangkan
dan jauh dari tekanan, diantaranya dengan kegiatan ekstra kurikuler olah raga,
seni, dan sosial lainnya.
-
Menjadikan sekolah sebagai lembaga yang dapat dipercaya oleh orang tua dan
masyarakat. Tujuan ini dicapai dengan menerapkan sistem evaluasi sekolah
secara mandiri, dan evaluasi sekolah oleh pihak luar, pembentukan school
councillor, komite sekolah yang beranggotakan orang tua, dan pengembangan
sekolah berdasarkan keadaan dan permintaan masyarakat setempat.
-
Melatih guru untuk menjadi tenaga professional, salah satunya dengan
pemberlakuan evaluasi guru, pemberian penghargaan dan bonus kepada guru yang
berprestasi, juga pembentukan suasana kerja yang kondusif untuk meningkatkan
etos kerja guru, dan pelatihan bagi guru yang kurang cakap di bidangnya.
- Pengembangan universitas bertaraf
internasional.
-
Pembentukan filosofi pendidikan yang sesuai untuk menyongsong abad baru,
melalui reformasi konstitusi pendidikan (kyouiku kihon hou).
Ada 3 tugas utama guru / pendidik di Jepang:
1. gakushū
shidōu (membimbing pembelajaran)
2. seito
shidō (membimbing siswa).
3. kōmubunshō
(tugas
administrasi/managerial sekolah)
Kurikulum pendidikan di Jepang terdiri dari
tiga kategori : mata pelajaran akademik (wajib dan pilihan), pendidikan moral,
dan kegiatan khusus. Pendidikan moral diberikan sebanyak 34 jam belajar pada
tingkat awal, 35 jam pada tingkat kedua hingga 9 (kelas 2 SD hingga 3 SMP). Hal
ini mewakili 3,3-4,0 persen dari total jam belajar setiap tahunnya dari tiap
tingkat. Dengan kata lain, terdapat satu jam pelajaran (45 menit untuk SD dan
50 menit untuk SMP) pendidikan moral yang diberikan tiap minggunya.
Kandungan pendidikan moral dibedakan menjadi empat area dengan total 76
item. Keempat area tersebut adalah :
> Regarding Self,
meliputi :
- Moderation (pengerjaan mandiri dan melakukan
“moderate life”).
- Diligence (bekerja keras secara mandiri).
- Courage (pengerjaan sesuatu secara benar
dengan keberanian).
- Sincerity (bekerja dengan sincerity &
cheer).
- Freedom & Order (nilai kebebasan dan
kedisiplinan).
-
Self-improvement ( pemahaman terhadap diri sendiri, mengubah apa yang
seharusnya diubah, dan memperbaiki diri sendiri).
- Love
for Truth (mencintai dan mencari kebenaran, mencari dasar kehidupan dan
bertujuan mencapai standar ideal).
> Relation to Others,
meliputi :
-
Courtesy (pemahaman terhadap tata sopan santun, berbicara dan bertingkah laku
tergantung pada situasi dan kondisi).
-
Consideration and Kindness (memperhatikan kepentingan orang lain, baik hati,
dan empati).
- Friendship (memahami, percaya dan menolong
orang lain).
- Thanks
& Respect (menghargai dan menghormati orang-orang yang telah berjasa kepada
kita salah satunya dengan memberikan ucapan terima kasih).
-
Modesty (menghargai orang lain yang berbeda ide dan status melalui sudut
pandang luas).
> Relation to the nature & the
sublime, meliputi :
- Respect for Nature (mengenal alam dan cinta
kepada hewan dan tanaman).
- Respect for Life (menghargai kehidupan dan
makhluk hidup).
-
Aesthetic Sensitivity (memiliki sensitivitas aesthetic dan perasaan terhadap
kehidupan manusia).
-
Nobility (mempercayai kekuatan dan keunggulan manusia untuk mengatasi kelemahan
diri, dan menemukan kebahagiaan sebagai manusia).
> Relation to Group dan Society,
meliputi :
- Public
Duty (menjaga janji dan menjalankan kewajiban dalam masyarakat, serta merasa
kewajiban publik).
- Justice (jujur dan tak berpihak tanpa
diskriminasi, prejudice, dan keadilan).
- Group
Participation & Responsibility (keinginan untuk berpartisasi sebagai grup,
menyadari perannya, melaksanakan tugas dan kewajiban dengan bekerjasama).
- Industry (memahami makna bekerja keras, dan
keinginan untuk bekerja).
-
Respect for Family Members (mencintai dan menghormati orangtua dan kakek/nenek
dan bersedia membantu pekerjaan mereka).
-
Respect for Teachers & People at School (mencintai dan menghormati guru dan
orang di sekolah/kampus, menciptakan tradisi sekolah yang lebih baik
(kerjasama)).
-
Contribution to Society (menyadari kedudukannya dalam masyarakat setempat,
hormat dan cinta thd mereka yang berkontribusi dlm masyarakat (senior
citizens)).
-
Respect for Tradition and Love of Nation (tertarik kepada budaya dan tradisi
bangsa, mencintai bangsa).
-
Respect for Other Culture (menghargai budaya asing dan manusianya, dg menyadari
kesadaran sbg bangsa, dan menjalin persahabatan internasional).
B. REFORMASI
KURIKULUM DI JEPANG
Kurikulum sekolah di Jepang disusun oleh bagian
perencanaan kurikulum yang terdapat dalam Kementrian Pendidikan (MEXT). Panduan
kurikulum di sekolah disebut Gakushū shidōyōryō (GS) yang diakui secara hukum,
sehingga pelanggaran terhadapnya akan dikenai sanksi hukum. GS merupakan
panduan kurikulum untuk SD (shōgakkō), SMP (chūgakkō), SMP-SMA satu atap
(chūtōkyōikugakkō), SMA (kōtōgakkō), dan SLB (tokubetsushiengakkō). Sedangkan untuk
panduan kurikulum Taman Kanak-Kanak (yōchien) disebut yōchienkyouikuyōryō.
Panduan kurikulum yang pernah berlaku di Jepang
adalah GS 1947, GS 1951, GS 1961, GS 1971, GS 1980, GS 1992, dan GS 2002.
Penamaan tersebut berdasarkan tahun penerapannya di level SD. Sebagai contoh,
kurikulum 1947 adalah kurikulum yang disusun dua atau tiga tahun sebelumnya,
dan diterapkan secara tuntas di level SD pada tahun 1947. Pengecualian untuk
kurikulum SMA yang mengalami pembaharuan juga pada tahun 1956.
Kurikulum yang rencananya akan diterapkan pada
dekade selanjutnya adalah GS 2011. Penyusunan dan publikasi kurikulum ini
dilakukan tiga tahun sebelum diterapkan. Misalnya untuk reformasi kurikulum SD
yang direncanakan akan diterapkan pada tahun 2011 dan SMP yang akan diterapkan
tahun 2012, telah terselesaikan penyusunannya pada 28 Maret 2008. Sementara itu
kurikulum untuk SMA dan SLB yang akan diterapkan tahun 2013 telah diselesaikan
penyusunannya dan diumumkan ke publik untuk mendapatkan masukan pada 9 Maret
2009.
Kurikulum pertama, GS 1947 adalah kurikulum
yang banyak dipengaruhi oleh reformasi pendidikan pasca perang. Beberapa mata
pelajaran pada jaman sebelum perang seperti shūshin (mental/spirit education),
geografi (chiri) dan sejarah (rekishi) dihapus di level SD[2], dan mapel baru
diperkenalkan yaitu IPS dan Jiyūkenkyū (penelitian bebas), serta pelajaran
keterampilan (homemaking) diberikan tanpa membedakan jenis kelamin siswa
(co-education).
[1] TK di Jepang lebih cenderung merupakan
lembaga pengembangan dan pelatihan kebiasaan sehari-hari, oleh karena itu
pendidikan di level TK bukanlah pengajaran (gakushū), tetapi lebih tepat
disebut kyōiku (pendidikan).
[2] Mapel ini diberikan pula di Kokumingakkō
(Sekolah Rakyat) di Indonesia pada masa pendudukan Jepang.
[3] Homemaking pada masa sebelum PD II
diajarkan terpisah, sebagaimana kita ketahui SD, SMP dan SMA pada masa
pendudukan Jepang di Indonesia juga menerapkan sistem pemisahan siswa dan
siswi.
C. SIFAT
dan KARAKTERISTIK KURIKULUM DI JEPANG
a. SD
Kurikulum SD di Jepang hampir sama dengan
kurikulum SD di Indonesia. Perbedaan nyata terlihat pada mata pelajaran
seikatsuka (kebiasaan hidup) yang diajarkan di kelas 1 dan 2. Mapel ini
bertujuan untuk membiasakan anak-anak dengan cara hidup mandiri sehari-hari.
Daripada mulai mengajarkan IPA atau IPS, Jepang lebih memilih memperkenalkan
tata cara kehidupan sehari-hari kepada anak-anak yang baru menyelesaikan
pembelajaran di TK yang lebih memfokuskan kegiatan bermain daripada belajar di
dalam kelas.
Pembelajaran bahasa Jepang dan berhitung
diajarkan lebih banyak dibandingkan pelajaran lainnya. Pendidikan OR juga
menjadi mapel yang diajarkan dalam jumlah yang melebihi mapel lainnya selain
bahasa dan berhitung. Adapun pendidikan moral diajarkan tidak secara khusus
dalam mapel tertentu, tetapi diajarkan oleh wali kelas sejam seminggu atau
diintegrasikan melalui pembelajaran mapel lain. Sekolah-sekolah agama
diperkenankan mengajarkan agama (Kristen, Buddha, Sinto) sebagai bagian dari
pendidikan moral. Selain pendidikan akademik, pendidikan estetika berupa musik
dan menggambar juga diajarkan dalam porsi besar di kelas 1 dan 2.
b. SMP
Kurikulum SMP juga menitikberatkan pada
pendidikan bahasa Jepang, matematika, IPA dan IPS. Pelajaran bahasa asing
diajarkan dalam bentuk mapel pilihan, di antaranya bahasa Inggris, bahasa
Perancis, dan bahasa Jerman. Pelajaran bahasa Inggris baru dijadikan mapel
wajib di level SMP pada kurikulum 2002.
Pendidikan kesehatan jasmani diajarkan dalam
jumlah jam belajar yang sama dengan SD (90 jam), tetapi berbeda dengan SD,
pendidikan kesehatan di SMP terdiri atas Olahraga dan pendidikan jasmani.
Adanya mata pelajaran pilihan di SMP, yaitu bahasa Jepang, IPS, Matematika, IPA, Musik, Art, Pendidikan Jasmani Kesehatan, Keterampilan/ Homemaking, dan bahasa Asing, merupakan perbedaan khas antara kurikulum SMP di Indonesia dan Jepang.
Adanya mata pelajaran pilihan di SMP, yaitu bahasa Jepang, IPS, Matematika, IPA, Musik, Art, Pendidikan Jasmani Kesehatan, Keterampilan/ Homemaking, dan bahasa Asing, merupakan perbedaan khas antara kurikulum SMP di Indonesia dan Jepang.
Alokasi waktu pembelajaran integrated course
juga diberikan lebih besar dibandingkan dengan mapel yang sama di SD. Pendidikan
dasar di Jepang juga dilengkapi dengan tokubetsukatsudou yang dapat
diterjemahkan sebagai aktivitas khusus atau semacam ekstra kurikuler di
Indonesia, tetapi agak berbeda karena kegiatan ini meliputi OSIS, kegiatan
kelas, kegiatan klub olahraga dan seni, event sekolah dan pendidikan moral.
Event sekolah seperti festival sekolah (gakkousai) dipersiapkan per kelas
dengan bimbingan penuh dari wali kelas.
c. SMA
Dibandingkan kurikulum SD dan SMP, kurikulum SMA di Jepang paling sering berubah. Perubahan tampak pada nomenklatur mapel, kategorisasi, dan sistem penjurusan. Sifat khas kurikulum SMA adalah kompleksnya mapel yang diajarkan. Pelajaran bahasa Jepang tidak saja dibedakan atas tatabahasa dan sastra, tetapi dikelompokkan lebih detil lagi menjadi pendidikan bahasa Jepang, literature klasik dan literature modern.
Dibandingkan kurikulum SD dan SMP, kurikulum SMA di Jepang paling sering berubah. Perubahan tampak pada nomenklatur mapel, kategorisasi, dan sistem penjurusan. Sifat khas kurikulum SMA adalah kompleksnya mapel yang diajarkan. Pelajaran bahasa Jepang tidak saja dibedakan atas tatabahasa dan sastra, tetapi dikelompokkan lebih detil lagi menjadi pendidikan bahasa Jepang, literature klasik dan literature modern.
Bahasa Asing sebelum kurikulum 2002 masih
memperkenalkan bahasa Jerman dan bahasa Perancis, tetapi sejak kurikulum 2002
yang dimaksud dengan bahasa asing adalah bahasa Inggris yang diajarkan dalam
secara detil. Penjurusan dilakukan sejak kelas 3 SMA, dan jurusan yang ada pada
dasarnya adalah jurusan rika (IPA) dan bunka (budaya/sosial). Tetapi penjurusan
mengalami perkembangan semenjak semakin banyak lulusan SMA yang memilih akademi
atau college dan memilih bekerja.Penjurusan dikembangkan dengan beragam mapel
yang terkait dengan teknik, pertanian,perikanan, kesejahteraan masyarakat,
dll.Beberapa sekolah membagi lebih detil lagi penjurusan menjadi Jurusan yang
dipersiapkan untuk menghadapi ujian masuk universitas negeri dan Jurusan yang
memilih universitas swasta. Misalnya, Rika A adalah kombinasi jurusan IPA dan
persiapan ujian masuk PTN. Selain integrated course, pelajaran IT juga baru
dimasukkan dalam kurikulum 2002.
d. Yutorikyouiku,
5 hari sekolah, Ikiru chikara, dan Sōgotekina gakushū jikan
Kurikulum SD cenderung statis dari segi
perubahan mata pelajaran, tetapi terlihat kecenderungan penurunan jumlah jam
belajar per tahun. Penurunan jam pelajaran ini terlihat secara nyata sejak
tahun 1980, yaitu ketika yutorikyouiku mulai diperkenalkan.Kurikulum 1971 adalah
kurikulum yang sangat sarat materi sementara sekolah-sekolah di Jepang belum
memadai baik dari segi fasilitas maupun kemampuan guru-gurunya. Sehingga
kurikulum tersebut terlalu memberatkan dan kurang berhasil. Oleh karena itu
muncullah ide untuk memberikan pendidikan yang lebih mementingkan keleluasaan
waktu dan ruang. Itulah yang disebut yutorikyouiku. Jumlah jam pelajaran SD per
tahun berkurang sebanyak 36 jam, dan SMP sebanyak 385 jam.
Pelaksanaan yutorikyouiku membawa dampak yang
kurang bagus kepada anak-anak Jepang. Guru-guru Jepang tidak semuanya siap dan
dapat memahami konsep yutorikyouiku dengan baik. Tindakan memberikan ruang dan
waktu kepada siswa SD dan SMP memang terbukti dapat mengurangi rasa stress
siswa akibat pelaksanaan kurikulum yang ketat sebelumnya, tetapi sekaligus
menyebabkan minat belajar yang menurun. Kedisiplinan mulai mengendor, dan
beberapa pihak mulai memprotes sistem yutorikyouiku.
Yutorikyouiku telah disalahartikan dalam
penerapannya. Sistem pendidikan ini sebenarnya bukan bermaksud mengendorkan
kedisiplinan tetapi hanya mengurangi materi belajar yang memberatkan pada
setiap mapel. Dengan sistem ini diharapkan anak-anak dapat berkembang sesuai
dengan minat dan kesukaannya. Pembelajaran di sekolah seharusnya
diselenggarakan secara lebih menyenangkan. Oleh karena itu istilah tanoshii
jugyou (kelas yang menyenangkan) juga diperkenalkan sebagai salah satu
alternatif implementasi yutorikyouiku. Tetapi banyak guru yang kesulitan
menciptakan kelas yang menyenangkan, atau sebaliknya guru terpaku pada kata
menyenangkan, sehingga mengurangi kedisiplinan dan motivasi belajar siswa.
Akibat akhirnya justru berdampak pada menurunnya prestasi akademik siswa-siswa
Jepang.
Indikator pemerintah untuk mengukur
keberhasilan pendidikan di Jepang adalah pengukuran internasional yang
diselenggarakan negara-negara OECD, yaitu PISA dan TIMMS, sebab Jepang tidak
menerapkan sistem ujian nasional. Pada tahun 1995, prestasi siswa SD dan SMP
Jepang menempati urutan pertama, namun tahun-tahun selanjutnya mengalami
penurunan. Pemerintah dan masyarakat mulai meragukan proses pendidikan di
sekolah, dan guru-guru mendapat sorotan yang tajam sebagai pihak yang tidak
mampu mendidik dengan baik.
Dalam rangka pelaksanaan yutorikyouiku,
pemerintah juga menerapkan 5 hari sekolah, yaitu dari hari Senin sampai Jumat.
Tujuan kebijakan ini adalah agar siswa dapat lebih banyak menghabiskan waktunya
dengan keluarga dan belajar lebih banyak di lingkungannya pada akhir pekan.
Akan tetapi alih-alih belajar di lingkungan
atau di keluarga, anak-anak dan orang tuanya justru kurang memahami hal ini,
sehingga anak-anak bermain game di rumah, ikut ibunya berbelanja, atau banyak
juga anak yang malah memanfaatkan waktu tersebut untuk ikut berbagai les
privat.
Anak-anak yang memanfaatkan waktu liburnya
dengan belajar, tentu saja memiliki prestasi akademik yang baik pula, tetapi
sebagian besar anak justru menghabiskan waktu untuk bermain, sehingga wajar
saja prestasi akademik anak-anak kemudian menurun.
Dengan hasil PISA yang mengecewakan, pemerintah
kemudian mengeluarkan kebijakan untuk melaksanakan kembali gakuryoku tesuto
(tes kemampuan akademik) tahun 2007, yang sebenarnya pernah dilaksanakan
pertama kali pada tahun 1960, tetapi kemudian dihentikan pada tahun 1968 karena
kenyataannya wilayah/distrik secara alami memiliki perbedaan dari sumber daya
yang kemudian mengakibatkan perbedaan pelaksanaan pendidikan. Kebijakan ini
dilaksanakan kembali setelah tidak berjalan kurang lebih 43 tahun.
Karakteristik kurikulum Jepang yang lainnya adalah
ide ikiru chikara dan sōgōtekina gakushū jikan. Konsep ikiru chikara adalah
konsep yang hendak membudayakan jiwa dan melatih kekuatan dan kemampuan untuk
hidup di tengah masyarakat. Konsep ini dijabarkan sebagai hal yang harus
dididikkan untuk mempersiapkan generasi muda Jepang memasuki abad 21.
Konsep ikiru chikara selanjutnya diikuti dengan
kebijakan sōgōtekina gakushū jikan pada kurikulum 2002. Konsep sōgōteki gakushū
jikan adalah konsep pembelajaran tematik, mengajak siswa untuk mengenal
lingkungan, budaya dan alam sekitarnya, kehidupan masyarakat, ekonomi desanya,
industri yang ada di lingkungan tinggalnya.
Implementasinya misalnya, sebuah sekolah menerapkan weekly trial, yaitu kesempatan bagi anak-anak untuk mencoba menjadi penjual, nelayan, pelayan di restoran, dll.
Implementasinya misalnya, sebuah sekolah menerapkan weekly trial, yaitu kesempatan bagi anak-anak untuk mencoba menjadi penjual, nelayan, pelayan di restoran, dll.
Pada dasarnya pemahaman guru terhadap sōgōteki
gakushuu jikan menurut Kiyohara (2007) masih sangat rendah. Beberapa sekolah
yang tidak memiliki konsep yang baik, terpaksa meniru penerapan di sekolah
lain.Konsep sōgōtekina gakushū jikan bukan sekedar belajar di luar buku
pelajaran atau pembelajaran ekstra kurikuler, tetapi dalam penerapannya
anak-anak tetap harus diasah dan diuji kemampuan kerja otak, jiwa, dan
tubuhnya. Oleh karena itu ketika berperan sebagai nelayan misalnya, mereka
belajar prinsip-prinsip matematika, belajar berkomunikasi dengan baik, belajar
tentang ilmu bumi dan cuaca. Bukan sekedar pengalaman kerja (lih.Ramli, 2008a).
Pertukaran budaya asing (internasionalisasi)
termasuk wacana yang diusung dalam sougotekina gakushū jikan. Pengenalan
terhadap budaya asing diberikan melalui presentasi mahasiswa asing di
kelas-kelas TK, SD, SMP, dan SMA. Ini bisa dilakukan dengan mengedarkan
permintaan kepada universitas-universitas di daerah setempat. Siswa-siswa juga
diminta mencari informasi sebanyak mungkin tentang negara asing dan menyusun
sebuah presentasi. Beberapa sekolah menerjemahkan pembelajaran budaya asing ini
dengan misalnya mengumpulkan bantuan untuk anak-anak korban bencana di
Indonesia, seperti yang dilakukan oleh beberapa sekolah di Aichi.
D. MENILAI
MUTU PENDIDIKAN
Guru
tetap melakukan ulangan sekali-kali untuk mengecek daya tangkap siswa. Dan
penilaian ulangan pun tidak dengan angka tetapi dengan huruf : A, B, C, kecuali
untuk matematika. Dari kelas 4 hingga kelas 6 juga dilakukan test IQ untuk
melihat kemampuan dasar siswa. Data ini dipakai bukan untuk mengelompokkan
siswa berdasarkan hasil test IQ-nya, tetapi untuk memberikan perhatian lebih
kepada siswa dengan kemampuan di atas normal atau di bawah normal. Perlu
diketahui, siswa-siswa di Jepang tidak dikelompokkan berdasarkan kepandaian,
tetapi semua anak dianggap `bisa` mengikuti pelajaran, sehingga kelas berisi
siswa dengan beragam kemampuan akademik. Compulsory Education di Jepang
dilaksanakan dengan prinsip memberikan akses penuh kepada semua anak untuk
mengenyam pendidikan selama 9 tahun (SD dan SMP) dengan menggratiskan tuition
fee, dan mewajibkan orang tua untuk menyekolahkan anak (ditetapkan dalam
Fundamental Law of Education).
Oleh
karena itu mutu siswa SD dan SMP di Jepang yang bersekolah di sekolah negeri
dapat dikatakan `sama`, sebab Ministry of Education menkondisikan equality di
semua sekolah. Saat ini tengah digalakkan program reformasi yang memberi
kesempatan kepada sekolah untuk berkreasi mengembangkan proses pendidikannya,
tetapi tetap saja dalam pantauan MOE.
E. PENYUSUNAN KURIKULUM SEKOLAH DI JEPANG
Buku
yang direkomendasikan Nanbu sensei berjudul Educational System and
Administration in Japan, terbitan Kansai Society for Educational Administration
pada tahun 1999. Buku ini barangkali satu-satunya literatur berbahasa
Inggris yang disusun oleh pakar pendidikan Jepang yang menceritakan tentang
administrasi pendidikan di Jepang. Penerbitannya dalam edisi yang sangat
terbatas, dan hanya ada satu exempla di perpustakaan Fak. Pendidikan Nagoya
University.
Seperti
halnya di Indonesia, di Jepang pun kurikulum disusun oleh sebuah komite khusus
dibawah kontrol Kementerian Pendidikan (MEXT). Komisi Kurikulum terdiri
dari wakil dari Teacher Union, praktisi dan pakar pendidikan, wakil dari
kalangan industri, dan wakil MEXT. Komisi ini bertugas mempelajari tujuan
pendidikan Jepang yang terdapat dalam Fundamental Education Law (Kyouiku
kihonhou), lalu menyesuaikannya dengan perkembangan yang terjadi baik di dalam
maupun luar negeri. Namun, karena unsur politik sangat kental mewarnai
wakil-wakil yang duduk dalam komisi ini maka tak jarang terjadi perdebatan
panjang terutama antara wakil teacher union dan wakil kementerian dalam
penyusunan draft kurikulum.
Pembaharuan
kurikulum di Jepang berlangsung setiap 10 tahun sekali, dan kurikulum terbaru
yang diterbitkan di tahun 1998 adalah pembaharuan ketujuh sejak kurikulum yang
diterapkan pada Perang Dunia II. Kurikulum 1998 membawa angin baru dalam dunia
pendidikan Jepang. Kurikulum ini berbeda dengan kurikulum sebelumnya
berdasarkan konsep yang dibawanya yaitu pendidikan yang berorientasi kepada
pengembangan beragam personality siswa, bukan seperti sebelumnya yaitu common
education, atau pendidikan yang sama untuk semua siswa.
Guru-guru
di Jepang sejak perang percaya bahwa pendidikan harus bersifat massal dan sama,
bahkan pendidikan yang menjurus kepada kekhasan tertentu atau menerapkan
pola/metode yang lain daripada yang lain dianggap salah. Guru-guru Jepang
senantiasa menjaga image bahwa semua siswa harus memiliki prestasi yang sama,
kedisiplinan yang sama dengan sistem pendidikan yang serupa. Namun adanya
kurikulum baru menyadarkan mereka bahwa setiap anak punya potensi yang berbeda
dengan lainnya, dan inilah yang harus dibina.
Kurikulum
yang baru bersifat fleksibel dan memungkinkan sekolah untuk meramu kurikulum
sendiri berdasarkan kondisi daerah, sekolah dan siswa yang mendaftar. Sebagai
contoh, di SMP, selain mata pelajaran wajib, siswa juga ditawarkan dengan mapel
pilihan.
Dengan
adanya kurikulum baru ini, training besar-besaran dilakukan untuk mengubah pola
pikir guru-guru Jepang. MEXT juga merevisi beberapa buku pelajaran, dan
secara hampir bersamaan mengusulkan pemberlakuan 5 hari sekolah dan adanya jam
khusus untuk pengembangan jiwa sosial siswa melalui integrated course atau
sougoteki jikan.
Kurikulum
di level sekolah disusun dengan kontrol penuh dari The Board of Education di
Tingkat Prefectur dan municipal (distrik). Karena kedua lembaga ini masih
terkait erat dengan MEXT, maka pengembangan kurikulum Jepang masih sangat
kental sifat sentralistiknya. Namun rekomendasi yang dikeluarkan oleh
Central Council for Education (chuuou shingi kyouiku kai) pada tahun 1997
memungkinkan sekolah berperan lebih banyak dalam pengembangan kurikulum di masa
mendatang.
Beberapa
hal berikut harus diperhatikan ketika sekolah menyusun kurikulumnya :
1. Mengacu
pada standart kurikulum nasional
2. Mengutamakan
keharmonisan pertumbuhan jasmani dan rohani siswa
3. Menyesuaikan
step perkembangan siswa
4. Menyesuaikan
dengan lingkungan sekitar
5. Memperhatikan
karakteristik course pendidikan/jurusan pada level SMA
Secara
garis besar penyusunan kurikulum sekolah adalah sebagai berikut :
1. Menetapkan
tujuan sekolah
2. Mempelajari
standar kurikulum, dan korelasinya dengan tujuan sekolah
3. menyusun course wajib dan pilihan untuk SMP
dan SMA
4. Mengalokasikan
hari efektif sekolah dan jam belajar.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setiap Negara mempunyai cirri khas tersendiri
terhadap system opendidikan yang diterapkan di negaranya tersebut. Tidak
memungkinkan, setiap kepala Negara atau setiap pemimpin suatu Negara menerapkan
suatu kebijakan untuk memajukan system pendidikan dan sumber daya manusia agar
negaranya dapat maju.
B. SARAN
Apabila dalam penulisan makalah ini ad terjadi
kesalahan kepenulisan, kami sebagai penyusun meminta maaf dan meminta saran
agar makalah ini lebih sempurna lagi.
DAFTAR
PUSTAKA
Ummy.2013.Jepang-Sistem-Pendidikan-dan-Perbandingannya-dengan-Indonesia-Part-2.htm
kurikulum-dan-kompetendi-guru-di-jepang_25.html
kurikulum-pendidikan-jepang-singapura.html
Muatan%20Kurikulum%20Pendidikan%20Dasar%20_%20henisatyanto.htm
Penyusunan%20Kurikulum%20Sekolah%20di%20Jepang%20(1)%20_%20Berguru.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar